[Media Konsumen] - Iklan promosi tarif seluler yang mengandung kebohongan publik dapat dilaporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) oleh konsumen seluler. Selain menyesatkan konsumen, gencarnya promosi tariff seluler dipandang menabrak Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan bukan merupakan praktek bisnis yang etis.
Oleh sebab itu, beberapa organisasi non pemerintah seperti Komunitas Pemantau Telekomunikasi Indonesia (KPTI), Indonesia Monitor Network (IMN) dan Information & Telecommunication Care (Telecom Care) yang tergabung dalam organisasi Konsorsium Mitra Konsumen Indonesia (MKI) meminta dengan sungguh-sungguh agar perusahaan seluler yang terindikasi melakukan kebohongan publik segera menghentikan iklan seluler.
Kajian ilmiah mengenai tariff seluler dinilai telah melanggar UUPK, terutama terutama pasal 9 dan 10 UUPK. Dalam pasal 9 UUPK terdapat larangan bagi pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah. Sedangkan dalam pasal 10 UUPK, ada aturan dilarang menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar.
Karenanya, jika masih ada perusahaan seluler yang membandel dengan menampilkan iklan-iklan berukuran raksasa di tempat-tempat strategis, maka MKI akan mengambil prakarsa untuk melaporkan perusahaan seluler tersebut kepada pihak yang berwajib, dengan tuduhan melakukan kebohongan publik atau pun tuduhan lain -- yang saat ini masih dapat tahap penelitian yang sangat mendalam dari konsultan hukum konsumen MKI.
Pencekalan Sjamsul Nursalim Menimbulkan Ketidakpastian Hukum
15 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar