Senin, 14 April 2008

Iklan Tarif Seluler yang Membohongi Bisa Dipolisikan

[Media Konsumen] - Iklan promosi tarif seluler yang mengandung kebohongan publik dapat dilaporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) oleh konsumen seluler. Selain menyesatkan konsumen, gencarnya promosi tariff seluler dipandang menabrak Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan bukan merupakan praktek bisnis yang etis.

Oleh sebab itu, beberapa organisasi non pemerintah seperti Komunitas Pemantau Telekomunikasi Indonesia (KPTI), Indonesia Monitor Network (IMN) dan Information & Telecommunication Care (Telecom Care) yang tergabung dalam organisasi Konsorsium Mitra Konsumen Indonesia (MKI) meminta dengan sungguh-sungguh agar perusahaan seluler yang terindikasi melakukan kebohongan publik segera menghentikan iklan seluler.

Kajian ilmiah mengenai tariff seluler dinilai telah melanggar UUPK, terutama terutama pasal 9 dan 10 UUPK. Dalam pasal 9 UUPK terdapat larangan bagi pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah. Sedangkan dalam pasal 10 UUPK, ada aturan dilarang menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar.

Karenanya, jika masih ada perusahaan seluler yang membandel dengan menampilkan iklan-iklan berukuran raksasa di tempat-tempat strategis, maka MKI akan mengambil prakarsa untuk melaporkan perusahaan seluler tersebut kepada pihak yang berwajib, dengan tuduhan melakukan kebohongan publik atau pun tuduhan lain -- yang saat ini masih dapat tahap penelitian yang sangat mendalam dari konsultan hukum konsumen MKI.

Selasa, 01 April 2008

Promosi Tarif Seluler Menabrak UU Perlindungan Konsumen!

[Jurnal Nasional] - Promosi tarif seluler yang dilakukan oleh sejumlah penyelenggara telekomunikasi dinilai sudah tidak wajar dan menabrak Undang-Undang Perlidungan Konsumen (UUPK), oleh sebab itu sudah sepantasnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerjasama dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tidak tinggal diam. Sebaiknya lembaga itu bertindak langsung menertibkan sekaligus menghentikan promosi perang tarif seluler yang tidak sehat.

Simak saja iklan-iklan luar ruang (billboard) berukuran raksasa yang menampilkan iklan XL, Indosat, Telkomsel, Smart, dan Esia yang mempromosikan tarif selulernya. Misalnya, XL menampilkan iklan, "Tarif Termurah Ke Semua Operator Dijamin!, Rp 600 Sampe Puaaasssss". Indosat juga tidak mau kalah, perusahaan itu juga menampilkan iklan, " Rp 0,0000000000...1 Per Detik Ke Siapa Aja, Kapan Aja, di Mana Aja, Setelah 90 Detik Ke Semua Operator".

Iklan Smart juga sama saja, dia menampilkan iklan, "Smart Bicara Gratis 24 Jam Tanpa Syarat", Begitu juga dengan Telkomsel yang mengusung iklan "Setelah Menit Ke-2, Gratis 3 Menit ke Semua Operator,". Sedangkan iklan Esia, justeru merendahkan operator lain, dalam iklannya dia bilang, " GSM Mahal Berlagak Murah, Tarif Nelpon ke Sesama Operator Aja Mahal, Apalagi Tarif ke Operator GSM Lainnya,".

Dalam pandangan kami, iklan mereka telah menabrak UUPK, terutama pasal 9 dan 10 UUPK. Sebagai referensi, dalam pasal 9 UUPK terdapat 11 larangan bagi pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah, yang antara lain adalah : Pertama, barang tersebut telah memenuhi dan/atu memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya dan mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.

Kedua, secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain. Ketiga, menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resik atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap. Sedangkan dalam pasal 10 UUPK, ada aturan dilarang menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak.

Oleh sebab itu, kami mendesak agar YLKI dan BRTI meneliti lebih mendalam iklan-iklan tersebut. Jika, hasil penelitiannya menemukan adanya persaingan yang tidak sehat, ataupun menemukan indikasi kebohongan publik, atau menyembunyikan sebagian informasi, maka jangan segan-segan menghukum perusahaan seluler tersebut. Sungguh memprihatinkan, jikan produsen masih menggunakan iklan untuk membodohi konsumennya.